PENDAHULUAN
Vitamin B1 disebut juga thiamin adalah salah satu dari 8
vitamin B. Semua vitamin B membantu tubuh mengubah
makanan (karbohidrat) menjadi
bahan bakar (glukosa), yang
"dibakar" untuk menghasilkan
energi. Vitamin B ini sering disebut sebagai vitamin B kompleks, juga
membantu tubuh memetabolisme lemak dan protein. Vitamin B kompleks yang
diperlukan untuk kulit sehat, rambut, mata, dan hati. Vitamin B1 juga membantu
fungsi sistem saraf dengan benar, dan diperlukan untuk fungsi otak yang
optimal. Semua vitamin B yang larut dalam air, berarti bahwa tubuh tidak
menyimpannya. Seperti vitamin B kompleks
lainnya, tiamin dianggap sebagai "anti-stres" vitamin karena dapat
memperkuat sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan kemampuan tubuh untuk
menahan kondisi stres. Thiamin dinamai B1 karena merupakan vitamin B pertama
ditemukan. Thiamine adalah nama yang sekarang ini
dipakai untuk vitamin B1 di Amerika Serikat. Nama kimia untuk vitamin yang
larut dalam air ini adalah 3-[(4-amino-2-methyl-5-pyrimidinyl)
methyl]-5-(2-hydroxyethyl)-4-methylthiazolium. Thiamine terdiri dari sebuah
cincin pyrimidin dan cincin thiazole, yang digabungkan oleh suatu ikatan
methylene. Tiamin ditemukan di
kedua tumbuhan dan hewan dan memainkan peran penting dalam reaksi metabolisme
tertentu. Sebagai contoh, diperlukan untuk tubuh untuk membentuk adenosin
trifosfat (ATP).
Vitamin B1 (Thiamine atau thiamin),adalah vitamin B
pertama yang namai oleh Earl Mindell dalam buku “Vitamin Bible”, karena vitamin
ini mendukung sistem saraf dan sikap mental. Bau dan rasanya mirip dengan
ragi. Tiamin dapat dihancurkan dengan proses memasak, terutama dengan
cara merebus atau dipanas lembabkan, tetapi tidak sampai kering, seperti kue. Seperti kebanyakan vitamin B lainnya,
tiamin diperlukan dalam persediaan secara rutin , meskipun terjadi penyerapan
dari usus kecil bagian atas dan bawah, beberapa B1 disimpan di jantung, hati,
dan ginjal. Sebagian besar kelebihan tiamin dibuang dalam urin dan beberapa
dibuang dalam keringat.
PEMBAHASAN
Aviva
Fattal-Valevski (2011) dalam jurnalnya
yang berjudul Thiamine (Vitamin B1) menyebutkan bahwa kondisi defisiensi Thiamine, beri-beri, telah dianggap
sebagai suatu penyakit sistem saraf, jantung, dan otot sampai pertengahan 1930
ketika disadari bahwa Wernicke's encephalopathy merupakan manifestasi serebral
yang benar-benar akut dari defisiensi thiamin yang parah. Beriberi pernah
menjadi masalah utama di negara-negara belum berkembang di seluruh dunia, dan
Wernicke-Korsakoff Sindrom adalah suatu konsekuensi umum dari alkoholisme di
negara berkembang.
a.
Fungsi Biokimia Thiamin
Aviva
Fattal-Valevski menyebutkan bahwa thiamin terdapat
dalam tubuh sebagai thiamin bebas dan berbagai bentuk thiamin terfosfosrilasi: thiamine
monophosphate, thiamine triphosphate, dan thiamine pyrophosphate, yang mana
juga dikenal sebagai thiamine diphosphate. Kelompok thiamine hidroksil dalam
thiamine pyrophosphate digantikan oleh suatu golongan ester diphosphat.
Thiamine pyrophosphate adalah bentuk aktif dari thiamin yang bertindak sebagai
suatu kofaktor untuk beberapa enzim yang terlibat dalam metabolisme energi.
Enzim ini meliputi mitochondrial pyruvate dehydrogenase, a-ketoglutarate
dehydrogenase kompleks, dan transketolase yang cytosolic, yang mana semua
mengambil bagian penting pada metabolisme karbohidrat saat terjadi defisiensi
thiamin.
Pyruvate dehydrogenase kompleks adalah suatu enzim utama dalam
siklus Krebs yang mengkatalisasi decarboxylasi oksidatif dari pyruvate untuk
membentuk acetyl-coenzyme A ( acetyl-CoA), yang akan masuk ke siklus Krebs.
Setelah masuk ke siklus Krebs, enzim a-ketoglutarate dehydrogenase,
mengkatalisasi dekarboksilasi oksidatif dari a-ketoglutarat menjadi
succinyl-CoA. Transketolase berfungsi sebagai jalur bagi pentosa fosfat, suatu
jalur untuk oksidasi glukosa. Kekurangan thiamine mengarahkan kepada kekurangan
enzim-enzim tersebut, dan menunjukkan suatu keterikatan pada sel. Efek
defisiensi ini telah didemosntrasikan menggunakan kultur sel, model eksperimental
menggunakan tikus, dan dan jaringan manusia.
Sumber: Dysautonomia in Autism Spectrum Disorder: Case Reports of a Family with Review of the Literature by Derrick Lonsdale, Raymond J. Shamberger, and Mark
E. Obrenovich (Hindawi Publishing Corporation Autism Research and
Treatment 2011)
Aviva
Fattal-Valevski menyebutkan bahwa penurunan aktivitas
pyruvate dehydrogenase dan a-ketoglutarate dehydrogenase mengakibatkan
kegagalan sintesis adenosine triphosphate ( ATP) dan penurunan yang selektif
pada tingkat ATP di dalam daerah otak yang mendorong ke arah kematian
sel.Pengurangan pyruvate yang masukan ke dalam siklus Krebs mengakibatkan
laktat/asam susu mengalami peningkatan konsentrasi di dalam otak dan diikuti
oleh asidosis yang terlokalisasi pada daerah yang rusak. Substansi sel yang
telah mati dihubungkan dengan nekrosis dalam kaitannya dengan fungsi
mitokondria dan acidosis serta apoptosis. Kegagalan produksi acetyl-CoA
mengakibatkan kegagalan dalam sintesis acetylcholine, suatu neurotransmitter
penting dalam sistem saraf. Hilangnya aktivitas a-ketoglutarate dehydrogenase
meliputi perubahan beberapa neurotransmitter dalam tingkat intracellular dan
extracellular, mencakup g-aminobutyric acid ( GABA), glutamate, dan aspartate,
selama defisiensi thiamin. Hal ini dan penemuan lain sudah mengindikasikan
bahwa reseptor N-Methyl-D-Aspartate ( NMDA) dapat berperan dalam defisiensi
thiamin yang mengarahkankan pada kehilangan sel-sel saraf. Transketolase ikut
ambil bagian pada jalur pentose fosfat, suatu jalur yang menghasilkan
unsur-unsur yang berkurang, seperti nicotinamide adenine dinucleotide fosfat (
NADPH), untuk berbagai reaksi biosintesis selular, termasuk untuk lipids dan
untuk memindahkan oksigen radikal. Transketolase sangat penting untuk pemeliharaan
selular, dengan begitu kekurangan thiamin dapat mengakibatkan tekanan
oksidatif. Jalur pentosa fosfat menghasilkan ribosa untuk digunakan dalam
sintesis nukleotida, asam nuklet, coenzymes, dan polisakarida, oleh karena itu
suatu ketiadaan thiamine mengakibatkan kelainan sintesis asam ribonukleat (
RNA).
Thiamin
memainkan peran penting pada metabolisme serebral. Otak menggunakan glukosa
sebagai sumber energi utama. Glukosa memasuki otak dengan berdifusi melalui
sawar darah-otak. Sekitar 30 % glukosa yang diserap oleh otak mengalami
oksidasi kompleks melalui siklus Krebs. Enzim 3-thiamine-dependent yang sangat
essensial untuk metabolisme glukosa serebral menggunakan thiamin pyrophospate
sebagai kofaktor, dimana 80 % dari total thiamin ada di jaringan saraf. Thiamin
tersebut terdapat di sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Selain berfungsi
sebagai koenzim dalam metabolisme, thiamin juga mempunyai fungsi struktural.
Hal tersebut termasuk fungsi dan struktur membran, yaitu axoplasmik,
mitokondria, membran sinaptosomal, dan sisi membran yang sesuai. Thiamin
berpengaruh dalam transmisi sinaps dan memainkan peran dalam diferensiasi sel,
formasi sinaps, pertumbuhan akson, dan mielinogenesis. Vitamin mengatur perkembangan
otak selama masa fetus dan kehidupan awal postnatal, suatu fakta yang membuat
otak secara khusus mudah terserang defisiensi nutrisi. Hasil penelitian pada
tikus mengindikasikan bahwa defisiensi thiamin pada masa kehamilan dapat
menyebabkan defisit yang signifikan pada medulla spinalis, enzim otak,
myelinogenesis, lipogenesis, dan terdapat fakta keterlibatan thiamin pada
bagian spesifik otak. Defisit juga dilaporkan pada kemampuan psikomotorik dan
sensorik pada anak anjing. Jika penyimpanan thiamin pada tubuh manusia minimal,
gejala subjektif muncul pada orang dewasa setelah 2 sampai 3 minggu defisiensi
thiamin.
b.
Patologi yang ditemukan pada
defisiensi Thiamin
Aviva
Fattal-Valevski menyebutkan bahwa perubahan sel saraf
sangat cepat terjadi pada saraf tepi, khususnya di kaki. Segmen distal secara
khas dipengaruhi paling awal dan paling parah. Degenerasi selaput medulla dapat
terjadi pada semua traktus di sumsum tulang belakang, khususnya di kolumna
posterior serta di serabut saraf anterior dan posterior. Degenerasi juga
terjadi di sel ganglion posterior. Patologi dari otak yang mengalami defisiensi
thiamin terdiri dari lesi bilateral simetris dan nekrosis pada bagian selektif
otak, terutama pada mammillary bodies, thalamus (medial dorsal, anterior
medial, and pulvinar), wilayah periaqueductal, lantai ventrikel keempat, hypothalamus,
and cerebellar vermis.
c.
Manifestasi Defisiensi
Thiamin
Kekurangan
tiamin akan menyebabkan polyneuritis, yang mneyebabkan terganggunya transmisi
syaraf, atau jaringan syaraf menderita kekurangan energy. Beri-beri merupakan penyakit kekurangan vitamin B1
(tiamin) dalam masyarakat yang banyak mengkonsumsi beras yang mengalami penyosohan terlalu lanjut. Gejala kekurangan
tiamin mula-mula adalah lelah, hilang nafsu makan, berat badan menurun dn
gangguan pencernaan, bila telah terjadi beri-beri, maka terjadi juga gangguan
kerja syaraf. Pada orang dewasa sering
terjadi gangguan jantung sehingga menyebabkan adanya oedem (penumpukan cairan
dalam jaringan) pada kaki bawah/telapak kaki serta persendian kaki. Bila
berlanjut maka oedem dapat terjadi di
rongga dada, dan ini disebut beri-beri basah. Pasien beri-beri biasanya diberi
vitamin B kompleks serta makanan yang kaya protein dan kalori. (Machlin dan
Lawrence J:1984)
Aviva Fattal-Valvski juga menyebutkan bahwa ada 2 manifestasi
utama dari defisiensi thiamin: penyakit cardiovaskular (‘‘wet beriberi’’) dan
penyakit pada sistem saraf (‘‘dry beriberi’’ dan Wernicke–Korsakoff syndrome).
Sindrom Wernicke–Korsakoff atau Wernicke encephalopathy adalah penyakit
defisiensi thiamin yang terlihat paling sering pada hemisfer otak penduduk
Barat. Hal tersebut terutama diakibatkan oleh kacanduan alkohol dan beberapa
alasan:
a.
Gizi yang buruk
b.
Gizi yang kaya karbohidrat
(contoh: alkohol atau nasi) meningkatkan permintaan metabolisme thiamin
c.
Alkohol menginhibisi
intestinal ATPase, termasuk pengambilan thiamin
d.
Magnesium yang dibutuhkan
untuk pengikatan thiamin ke enzim dan aktivasinya, biasanya tidak tersedia
(habis) pada pecandu alkohol
Wernicke’s
encephalopathy menggambarkan efek dari defisiensi thiamin pada fase akut,
kemudian dilanjutkan ke fase kronik. Wernicke encephalopathy terdiri dari
nystagmus, total ophthalmoplegia, ptosis, aphonia, kehilangan sensasi getaran,
berkurangnya refleks, kehilangan koordinasi, dan ataxia. Hipothermia dapat juga
muncul karena kerusakan pada pusat pengatur suhu. Pada tahap lanjutan, pasien
dapat menjadi bingung dan mengalami delusi, psikosis, konfabulasi, serta
ingatan dan fungsi kognitif yang lemah. Pada kasus yang parah, pasien dapat
mengalami kejang dan koma, yang berakibat pada kematian. Pergerakan mata yang
tidak biasa dan ataksia pada pasien dengan Wernicke encephalopathy dapat
berkurang jika tersedia suplai thiamin, tetapi hal tersebut tidak terjadi pada
Korsakoff syndrome, termasuk amnesia yang memburuk, kemampuan belajar yang
lemah, , and confabulation. Beri-beri pada bayi biasanya terjadi antara bulan
kedua dan keempat dimana bayi tersebut diberi ASI oleh ibu yang mengalami
defisiensi thiamin. Gejala awal sering terjadi sangat cepat dan tingkat
kematian sangat tinggi. Pada awalnya, bayi dengan defisiensi thiamin terlihat
normal dengan berbagai macam derajat konstipasi, muntah, menangis, dan
kegelisahan. Sesudah itu, penyakit biasanya muncul dengan menifestasi jantung
atau dapat memperlihatkan iritasi selaput otak dan diikuti oleh gejala muntah
dan syok (kondisi pseudomeningitis.
Zeeshan Azmat, Munazza Saleem, Humera Ahsan,dan
Kashif Mahmood (2007) dalam jurnalnya yang
berjudul Wernicke's Encephalopathy
with Atypical Findings on MR Imaging menyebutkan
bahwa Wernicke's Encephalopathy diakibatkan oleh kekurangan vitamin B1
(Thiamine). Kebanyakan pasien mengalami malnutrisi akibat kecanduan minuman
alkohol; bagaimanapun, Wernicke's encephalopathy berhubungan dengan
kondisi-kondisi lain seperti gastrointestinal,
neoplasma, dialisis kronis, yang terapi tanpa penambahan vitamin,
obstruksi perut, dan hyperemesis gravidarum. Wernicke's encephalopathy adalah
suatu kelainan neurologis yang secara sederhana ditandai oleh tiga rangkaian
ophthalmoplegia klinis, nystagmus, kehilangan keseimbangan, kebingungan, dan
kelesuan. Hal tersebut disebabkan oleh kekurangan thiamine dalam kaitannya
dengan masukan nutrisi yang rendah pada pecandu minuman alkohol kronis, pasien
dengan penolakan makanan, atau pada pasien hamil. Pemeriksaan lesi pada otak
seperti halnya MRI ditemukan ciri khas pada mamillary body, di engah-tengah
eriventricular thalami, tectum midbrain, daerah periaqueduct, dan hipotalamus.
Selain itu, fase akut dapat menunjukkan pembesaran mamillary badan, sementara
pada fase kronis dapat menunjukkan berhentinya pertumbuhan mamillary bodies dan
midbrain tegmentum, seperti halnya dilatasi bilik jantung yang ketiga.
Hal tersebut didukung oleh J.M. Bourre (2006)
dalam jurnalnya yang berjudul Effect of Nutrient (In Food) on The Structure and
Function of the Nervous System : Update dietary requirements for brain yang
mengatakan bahwa Vitamin B1 (Thiamin) sangat penting untuk otak karena thiamin
memfasilitasi penggunaaan glukosa sehingga memastikan terjadinya produksi energy.
Kekurangan thiamin menyebabkan penyakit yang serius, yaitu beri-beri. Setelah 6
hari kekurangan vitamin B1 pada lelaki muda sebagai sukarelawan, menunjukan
tanda dari lesu, intelegensi yang kurang, cepat marah, cram, dan
elektrokardiografik tidak normal. Jika defisiensi terus berlanjut, maka pasien
akan mengeluh sakit, terutama pada kaki
dan tangan yang sering merasakan sakit. Semua gejala ini akan hilang ketika
vitamin di tambah. Kebanyakan kekurangan thiamin ditemukan pada pecandu alcohol. Tinggat batas thiamin pada wanita berhubungan
dengan mood. Pada kasus lain, thiamin pasti yang memodulasi penampilan
cognitive, khususnya pada orang tua. Kekurangan thiamin (sama seperti
kekurangan vitamin C, kobalamin, homosistein. Dan alpha-toposerol) yang dapat
mengkontribusikan perkembangan penyakit Alzheimer. Pada tikus , kekurangan
thiamin menghasilkan kematian selektif sel seraf pada struktur thalamus. Ini mungkin berhubungan dengan bertambahnya
sintesis nitrit oksigen endotel otak.
Yeneisy
Lanyau Domínguez, Manuel Hernández, Consuelo Macías Matos and Dequan Zhou
(2006) dalam jurnal Nutrition and Health Vol. 18 yang berjudul Vitamins Deficiency Associated with Prevalence of
Alzheimer’s Disease in Cuban Elderly?
menyebutkan bahwa toxemia pada kehamilan juga telah dihubungkan ke defisiensi
thiamine. Pasien mempunyai gejala alergi musiman, dan penyakit radang
pernapasan bagian atas yang berhubungan dengan penyakit sistem saraf otonom.
Tiga keluarganya mempunyai gejala dalam proses pencernaan gandum, dan manifestasi
neurologis. Penulis juga menyimpulkan kekurangan thiamin dapat merusak fungsi
otak kecil dengan mempengaruhi ketidakseimbangan dalam sistem
neurotransmitternya.
e.
Kelebihan
asupan thiamin
Penelitian ekstensif tentang toksisitas
akut dan bukti terhadap toksisitas kumulatif menunjukkan margin keamanan yang
sangat lebar antara dosis terapeutik dan beracun tiamin efektif. Rasio
kebutuhan harian tiamin dan dosis yang mematikan yang diperkirakan antara 600
dan 70.000, tergantung pada rute pemberian. Pada injeksi intravena, dosis
mematikan adalah 125, 250, 300 dan 350 mg / kg pada masing-masing tikus, tikus,
kelinci dan anjing. Hubungan antara dosis yang mematikan rute intravena untuk
subkutan dan oral adalah 1: 6: 40. Monyet sampai 600 mg/kg yang dibutuhkan
untuk menghasilkan gejala toksik. Kematian karena depresi pusat pernapasan.
Dengan pernapasan buatan, dosis yang mematikan bisa jauh lebih tinggi. Anjing
dan monyet tampaknya kurang sensitif daripada binatang pengerat ke keracunan
tiamin. Namun, kelinci menerima dosis intravena 50 mg / kg sehari selama 4
minggu tidak menunjukkan bukti toksisitas atau perubahan dalam jaringan yang
sakit. Tikus tersebut bertahan selama tiga generasi pada asupan harian 0,08-1,0
mg tiamin tanpa efek samping. Ini adalah sekitar 50 sampai 100 kali kebutuhan
harian.
Pada manusia, tidak ada efek beracun,
kecuali mungkin beberapa gangguan perut, pernah dilaporkan bahkan dengan dosis
oral yang tinggi. Selain itu, dosis parenteral yang besar umumnya ditoleransi
dengan baik, bahkan sampai 100-500 mg. efek toksik beberapa telah diamati
dengan ribuan injeksi subkutan rute, dosis intramuskular atau intravena
setinggi 100 - 200 kali kebutuhan harian yang direkomendasikan. Kebanyakan
kasus yang dilaporkan reaksi toksik telah terjadi setelah suntikan. (Machlin,
Lawrence J:1984)
Tiamin tidak dapat disimpan banyak oleh
tubuh, tetapi dlam jumlah terbatas dapat disimpan dalam hati, ginjal, jantung,
otak dan otot. Bial tiamin terlalu banyak dikonsumsi, kelebihanya akan dibuang
melalui air kemih. Tiamin aktif dalam
bentuk kokarboksilase dikenal juag sebagai tiamin pirofosfatase (TPP). Pada
prinsipnya tiamin berperan sebagai koenzim dalam reaksi-rekasi yang
mneghasilkan energy dari karbohidrat dan memindahkan energy membentuk senyawa
kaya energy yan disebut ATP. (F.G. Winarno:2004)
Kelebihan
thiamin mempengaruhi sistem neurologis. Data nutrisi yang adekuat menunjukkan
prilaku yang sadar, responsif, dan stabil secara emosional. Namun pada data
kekurangan dan kelebihan nutrisi dapat
terjadi kekurangan energi, mudah marah, letargi, apatis (kadang-kadang cemas,
gelisah, mengantuk, lambat secara mental, bingung). Hal tersebutsalah satunya
disebabkan oleh kelebihan thiamin. Kelebihan thiamin juga dapat menyebabkan
sakit kepala dan denyut nadi yang cepat. (Donna L. Wong: 2009)
f.
Asupan
Thiamin
Abdurrahman Hadi, Agus Mahendra, dan Suryadi Voonata (2010) dalam
jurnalnya yang berjudul Hubungan Defisiensi Vitamin B1 pada Penderita Beri-Beri
terhadap Resiko Terkena Penyakit Jantung
menyebutkan bahwa kebutuhan Thiamin untuk tubuh adalah sebanding
dengan asupan kalori per hari. Ini disebabkan Thiamin dibutuhkan untuk
menjalankan metabolisme energi, terutama karbohidrat. Oleh karenanya, jumlah
Thiamin yang dibutuhkan berbanding lurus dengan asupan makanan pokok per hari.
Thiamin minimal dibutuhkan sebesar 0.3 mg per 1000 kcal. Jika perhitungan
kalori dirasa membingungkan, maka beruntung di Indonesia sudah ada standar yang
disebut AKG (Angka Kecukupan Gizi). AKG untuk Vitamin B1 di Indonesia adalah
0.3-0.4 mg/hari untuk bayi, 1.0 mg/hari untuk orang dewasa, dan 1.2 mg/ hari
untuk ibu hamil.
Yeneisy Lanyau Domínguez, Manuel
Hernández, Consuelo Macías Matos dan
Dequan Zhou
menyebutkan bahwa analisis
diet dalam populasi selama trimester kedua tahun 1991 di Britania
Raya menunjukkan bahwa persentase tunjangan harian
yang disarankan jauh di bawah
nilai yang direkomendasikan, yaitu 33%
untuk Vit A, 50% untuk thiamin, 57% untuk
vitamin B6, 62% untuk vitamin
B12, dan 29% untuk
asam folat (Grupo Operativo Nacional, 1993;
Román, 1995). Penulis
juga melaporkan konsumsi kurang
dari 50% dari tunjangan diet yang dianjurkan untuk protein, piridoksin, tiamin, energi, vitamin E, niasin, asam folat, lemak, riboflavin dan vitamin A terkait dengan suatu penyakit. Tingkat kekurangan
dan marginal dari tiamin dan n'-methylnicotinamide
dalam darah juga ditemukan pada pasien dengan neuropati epidemi.
KESIMPULAN
Thiamine
pyrophosphate adalah bentuk aktif dari thiamin yang bertindak sebagai suatu kofaktor
untuk beberapa enzim yang terlibat dalam metabolisme energi. Enzim ini meliputi
mitochondrial pyruvate dehydrogenase, a-ketoglutarate dehydrogenase kompleks,
dan transketolase yang cytosolic, yang mana semua mengambil bagian penting pada
metabolisme karbohidrat.
Thiamin
memainkan peran penting pada metabolisme serebral. Otak menggunakan glukosa
sebagai sumber energi utama. Thiamin tersebut terdapat di sistem saraf pusat
dan sistem saraf tepi. Selain berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme, thiamin
juga mempunyai fungsi struktural. Hal tersebut termasuk fungsi dan struktur
membran, yaitu axoplasmik, mitokondria, membran sinaptosomal, dan sisi membran
yang sesuai. Thiamin berpengaruh dalam transmisi sinaps dan memainkan peran
dalam diferensiasi sel, formasi sinaps, pertumbuhan akson, dan mielinogenesis.
Kekurangan
tiamin akan menyebabkan polyneuritis, yang mneyebabkan terganggunya transmisi
syaraf, atau jaringan syaraf menderita kekurangan energy. Manifestasi utama
defisiensi Thiamin pada sistem saraf adalah dry
beriberi dan Wernicke–Korsakoff syndrome. Kekurangan thiamin (sama
seperti kekurangan vitamin C, kobalamin, homosistein. Dan alpha-toposerol) juga
dapat mengkontribusikan perkembangan penyakit Alzheimer.
Pada manusia,
tidak ada efek beracun, kecuali mungkin beberapa gangguan perut, pernah
dilaporkan bahkan dengan dosis oral yang tinggi. Kebanyakan kasus yang
dilaporkan reaksi toksik telah terjadi setelah suntikan.
DAFTAR PUSTAKA
Aviva Fattal-Valevski
(2011). Thiamine (Vitamin B1). Journal Of Evidence-Based Complementary
& Alternative Medicine Volume 16: 12
Bourre, J. M. 2006. Effect of Nutrient
(In Food) on The Structure and Function of The Nervous System. Update Dietary
Requirements for Brain. The Journal Of Nutrition, Health and Aging Part 1:
Micronutrients
Derrick Lonsdale, Raymond J. Shamberger, and Andmark E. Obrenovich
(2011). Dysautonomia in Autism Spectrumdisorder: Case Reports of a Family with Review of The Literature. Hindawi Publishing Corporation Autism Research and Treatment Volume 7
(2011). Dysautonomia in Autism Spectrumdisorder: Case Reports of a Family with Review of The Literature. Hindawi Publishing Corporation Autism Research and Treatment Volume 7
Machlin and Lawrence J. 1984. Handbook of Vitamins.
Newyork: Marcel Dekker Inc.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama
Wong, Donna L. 2009. Buku
Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1.Jakarta. EGC
Yeneisy Lanyau
Domínguez, Manuel Hernández, Consuelo Macías Matos and Dequan Zhou (2006). Is B Vitamins Deficiency Associated With
Prevalence Of Alzheimer’s Disease In Cuban Elderly?. Nutrition and
Health Vol. 18, Pp. 103–118
Zeeshan Azmat, Munazza Saleem, Humera Ahsan, Kashif Mahmood (2007).
Wernicke's Encephalopathy with Atypical Findings on MR Imaging. J Ayub Med Coll
Abbottabad Volume 19(4)