Senin, 09 Desember 2013

Thiamin (Vitamin B1): Perannya dalam metabolisme jaringan saraf



PENDAHULUAN
Vitamin B1 disebut juga thiamin adalah salah satu dari 8 vitamin B. Semua vitamin B membantu tubuh mengubah makanan (karbohidrat) menjadi bahan bakar (glukosa), yang "dibakar" untuk menghasilkan energi. Vitamin B ini sering disebut sebagai vitamin B kompleks, juga membantu tubuh memetabolisme lemak dan protein. Vitamin B kompleks yang diperlukan untuk kulit sehat, rambut, mata, dan hati. Vitamin B1 juga membantu fungsi sistem saraf dengan benar, dan diperlukan untuk fungsi otak yang optimal. Semua vitamin B yang larut dalam air, berarti bahwa tubuh tidak menyimpannya.  Seperti vitamin B kompleks lainnya, tiamin dianggap sebagai "anti-stres" vitamin karena dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh dan meningkatkan kemampuan tubuh untuk menahan kondisi stres. Thiamin dinamai B1 karena merupakan vitamin B pertama ditemukan. Thiamine adalah nama yang sekarang ini dipakai untuk vitamin B1 di Amerika Serikat. Nama kimia untuk vitamin yang larut dalam air ini adalah 3-[(4-amino-2-methyl-5-pyrimidinyl) methyl]-5-(2-hydroxyethyl)-4-methylthiazolium. Thiamine terdiri dari sebuah cincin pyrimidin dan cincin thiazole, yang digabungkan oleh suatu ikatan methylene.   Tiamin ditemukan di kedua tumbuhan dan hewan dan memainkan peran penting dalam reaksi metabolisme tertentu. Sebagai contoh, diperlukan untuk tubuh untuk membentuk adenosin trifosfat (ATP).
Vitamin B1 (Thiamine atau thiamin),adalah  vitamin B pertama yang namai oleh Earl Mindell dalam buku “Vitamin Bible”, karena vitamin ini mendukung  sistem saraf dan sikap mental. Bau dan rasanya mirip dengan ragi. Tiamin dapat dihancurkan dengan  proses memasak, terutama dengan cara merebus atau dipanas lembabkan, tetapi tidak sampai kering, seperti kue. Seperti kebanyakan vitamin B lainnya, tiamin diperlukan dalam persediaan secara rutin , meskipun terjadi penyerapan dari usus kecil bagian atas dan bawah, beberapa B1 disimpan di jantung, hati, dan ginjal. Sebagian besar kelebihan tiamin dibuang dalam urin dan beberapa  dibuang dalam keringat.


PEMBAHASAN

Aviva Fattal-Valevski (2011) dalam jurnalnya yang berjudul Thiamine (Vitamin B1) menyebutkan bahwa kondisi defisiensi Thiamine, beri-beri, telah dianggap sebagai suatu penyakit sistem saraf, jantung, dan otot sampai pertengahan 1930 ketika disadari bahwa Wernicke's encephalopathy merupakan manifestasi serebral yang benar-benar akut dari defisiensi thiamin yang parah. Beriberi pernah menjadi masalah utama di negara-negara belum berkembang di seluruh dunia, dan Wernicke-Korsakoff Sindrom adalah suatu konsekuensi umum dari alkoholisme di negara berkembang.

a.       Fungsi Biokimia Thiamin
Aviva Fattal-Valevski menyebutkan bahwa thiamin terdapat dalam tubuh sebagai thiamin bebas dan berbagai bentuk thiamin terfosfosrilasi: thiamine monophosphate, thiamine triphosphate, dan thiamine pyrophosphate, yang mana juga dikenal sebagai thiamine diphosphate. Kelompok thiamine hidroksil dalam thiamine pyrophosphate digantikan oleh suatu golongan ester diphosphat. Thiamine pyrophosphate adalah bentuk aktif dari thiamin yang bertindak sebagai suatu kofaktor untuk beberapa enzim yang terlibat dalam metabolisme energi. Enzim ini meliputi mitochondrial pyruvate dehydrogenase, a-ketoglutarate dehydrogenase kompleks, dan transketolase yang cytosolic, yang mana semua mengambil bagian penting pada metabolisme karbohidrat saat terjadi defisiensi thiamin.
Pyruvate dehydrogenase kompleks adalah suatu enzim utama dalam siklus Krebs yang mengkatalisasi decarboxylasi oksidatif dari pyruvate untuk membentuk acetyl-coenzyme A ( acetyl-CoA), yang akan masuk ke siklus Krebs. Setelah masuk ke siklus Krebs, enzim a-ketoglutarate dehydrogenase, mengkatalisasi dekarboksilasi oksidatif dari a-ketoglutarat menjadi succinyl-CoA. Transketolase berfungsi sebagai jalur bagi pentosa fosfat, suatu jalur untuk oksidasi glukosa. Kekurangan thiamine mengarahkan kepada kekurangan enzim-enzim tersebut, dan menunjukkan suatu keterikatan pada sel. Efek defisiensi ini telah didemosntrasikan menggunakan kultur sel, model eksperimental menggunakan tikus, dan dan jaringan manusia.

Sumber: Dysautonomia in Autism Spectrum Disorder: Case Reports of a Family with Review of the Literature by Derrick Lonsdale, Raymond J. Shamberger, and Mark E. Obrenovich (Hindawi Publishing Corporation Autism Research and Treatment 2011)

Aviva Fattal-Valevski menyebutkan bahwa penurunan aktivitas pyruvate dehydrogenase dan a-ketoglutarate dehydrogenase mengakibatkan kegagalan sintesis adenosine triphosphate ( ATP) dan penurunan yang selektif pada tingkat ATP di dalam daerah otak yang mendorong ke arah kematian sel.Pengurangan pyruvate yang masukan ke dalam siklus Krebs mengakibatkan laktat/asam susu mengalami peningkatan konsentrasi di dalam otak dan diikuti oleh asidosis yang terlokalisasi pada daerah yang rusak. Substansi sel yang telah mati dihubungkan dengan nekrosis dalam kaitannya dengan fungsi mitokondria dan acidosis serta apoptosis. Kegagalan produksi acetyl-CoA mengakibatkan kegagalan dalam sintesis acetylcholine, suatu neurotransmitter penting dalam sistem saraf. Hilangnya aktivitas a-ketoglutarate dehydrogenase meliputi perubahan beberapa neurotransmitter dalam tingkat intracellular dan extracellular, mencakup g-aminobutyric acid ( GABA), glutamate, dan aspartate, selama defisiensi thiamin. Hal ini dan penemuan lain sudah mengindikasikan bahwa reseptor N-Methyl-D-Aspartate ( NMDA) dapat berperan dalam defisiensi thiamin yang mengarahkankan pada kehilangan sel-sel saraf. Transketolase ikut ambil bagian pada jalur pentose fosfat, suatu jalur yang menghasilkan unsur-unsur yang berkurang, seperti nicotinamide adenine dinucleotide fosfat ( NADPH), untuk berbagai reaksi biosintesis selular, termasuk untuk lipids dan untuk memindahkan oksigen radikal. Transketolase sangat penting untuk pemeliharaan selular, dengan begitu kekurangan thiamin dapat mengakibatkan tekanan oksidatif. Jalur pentosa fosfat menghasilkan ribosa untuk digunakan dalam sintesis nukleotida, asam nuklet, coenzymes, dan polisakarida, oleh karena itu suatu ketiadaan thiamine mengakibatkan kelainan sintesis asam ribonukleat ( RNA).
Thiamin memainkan peran penting pada metabolisme serebral. Otak menggunakan glukosa sebagai sumber energi utama. Glukosa memasuki otak dengan berdifusi melalui sawar darah-otak. Sekitar 30 % glukosa yang diserap oleh otak mengalami oksidasi kompleks melalui siklus Krebs. Enzim 3-thiamine-dependent yang sangat essensial untuk metabolisme glukosa serebral menggunakan thiamin pyrophospate sebagai kofaktor, dimana 80 % dari total thiamin ada di jaringan saraf. Thiamin tersebut terdapat di sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Selain berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme, thiamin juga mempunyai fungsi struktural. Hal tersebut termasuk fungsi dan struktur membran, yaitu axoplasmik, mitokondria, membran sinaptosomal, dan sisi membran yang sesuai. Thiamin berpengaruh dalam transmisi sinaps dan memainkan peran dalam diferensiasi sel, formasi sinaps, pertumbuhan akson, dan mielinogenesis. Vitamin mengatur perkembangan otak selama masa fetus dan kehidupan awal postnatal, suatu fakta yang membuat otak secara khusus mudah terserang defisiensi nutrisi. Hasil penelitian pada tikus mengindikasikan bahwa defisiensi thiamin pada masa kehamilan dapat menyebabkan defisit yang signifikan pada medulla spinalis, enzim otak, myelinogenesis, lipogenesis, dan terdapat fakta keterlibatan thiamin pada bagian spesifik otak. Defisit juga dilaporkan pada kemampuan psikomotorik dan sensorik pada anak anjing. Jika penyimpanan thiamin pada tubuh manusia minimal, gejala subjektif muncul pada orang dewasa setelah 2 sampai 3 minggu defisiensi thiamin.
                                                               
b.      Patologi yang ditemukan pada defisiensi Thiamin
Aviva Fattal-Valevski menyebutkan bahwa perubahan sel saraf sangat cepat terjadi pada saraf tepi, khususnya di kaki. Segmen distal secara khas dipengaruhi paling awal dan paling parah. Degenerasi selaput medulla dapat terjadi pada semua traktus di sumsum tulang belakang, khususnya di kolumna posterior serta di serabut saraf anterior dan posterior. Degenerasi juga terjadi di sel ganglion posterior. Patologi dari otak yang mengalami defisiensi thiamin terdiri dari lesi bilateral simetris dan nekrosis pada bagian selektif otak, terutama pada mammillary bodies, thalamus (medial dorsal, anterior medial, and pulvinar), wilayah periaqueductal, lantai ventrikel keempat, hypothalamus, and cerebellar vermis.

c.       Manifestasi Defisiensi Thiamin
Kekurangan tiamin akan menyebabkan polyneuritis, yang mneyebabkan terganggunya transmisi syaraf, atau jaringan syaraf menderita kekurangan energy. Beri-beri merupakan penyakit kekurangan vitamin B1 (tiamin) dalam masyarakat yang banyak mengkonsumsi beras yang mengalami  penyosohan terlalu lanjut. Gejala kekurangan tiamin mula-mula adalah lelah, hilang nafsu makan, berat badan menurun dn gangguan pencernaan, bila telah terjadi beri-beri, maka terjadi juga gangguan kerja  syaraf. Pada orang dewasa sering terjadi gangguan jantung sehingga menyebabkan adanya oedem (penumpukan cairan dalam jaringan) pada kaki bawah/telapak kaki serta persendian kaki. Bila berlanjut maka oedem  dapat terjadi di rongga dada, dan ini disebut beri-beri basah. Pasien beri-beri biasanya diberi vitamin B kompleks serta makanan yang kaya protein dan kalori. (Machlin dan Lawrence J:1984)
Aviva Fattal-Valvski juga menyebutkan bahwa ada 2 manifestasi utama dari defisiensi thiamin: penyakit cardiovaskular (‘‘wet beriberi’’) dan penyakit pada sistem saraf (‘‘dry beriberi’’ dan Wernicke–Korsakoff syndrome). Sindrom Wernicke–Korsakoff atau Wernicke encephalopathy adalah penyakit defisiensi thiamin yang terlihat paling sering pada hemisfer otak penduduk Barat. Hal tersebut terutama diakibatkan oleh kacanduan alkohol dan beberapa alasan:
a.       Gizi yang buruk
b.      Gizi yang kaya karbohidrat (contoh: alkohol atau nasi) meningkatkan permintaan metabolisme thiamin
c.       Alkohol menginhibisi intestinal ATPase, termasuk pengambilan thiamin
d.      Magnesium yang dibutuhkan untuk pengikatan thiamin ke enzim dan aktivasinya, biasanya tidak tersedia (habis) pada pecandu alkohol
Wernicke’s encephalopathy menggambarkan efek dari defisiensi thiamin pada fase akut, kemudian dilanjutkan ke fase kronik. Wernicke encephalopathy terdiri dari nystagmus, total ophthalmoplegia, ptosis, aphonia, kehilangan sensasi getaran, berkurangnya refleks, kehilangan koordinasi, dan ataxia. Hipothermia dapat juga muncul karena kerusakan pada pusat pengatur suhu. Pada tahap lanjutan, pasien dapat menjadi bingung dan mengalami delusi, psikosis, konfabulasi, serta ingatan dan fungsi kognitif yang lemah. Pada kasus yang parah, pasien dapat mengalami kejang dan koma, yang berakibat pada kematian. Pergerakan mata yang tidak biasa dan ataksia pada pasien dengan Wernicke encephalopathy dapat berkurang jika tersedia suplai thiamin, tetapi hal tersebut tidak terjadi pada Korsakoff syndrome, termasuk amnesia yang memburuk, kemampuan belajar yang lemah, , and confabulation. Beri-beri pada bayi biasanya terjadi antara bulan kedua dan keempat dimana bayi tersebut diberi ASI oleh ibu yang mengalami defisiensi thiamin. Gejala awal sering terjadi sangat cepat dan tingkat kematian sangat tinggi. Pada awalnya, bayi dengan defisiensi thiamin terlihat normal dengan berbagai macam derajat konstipasi, muntah, menangis, dan kegelisahan. Sesudah itu, penyakit biasanya muncul dengan menifestasi jantung atau dapat memperlihatkan iritasi selaput otak dan diikuti oleh gejala muntah dan syok (kondisi pseudomeningitis.
Zeeshan Azmat, Munazza Saleem, Humera Ahsan,dan Kashif Mahmood (2007) dalam jurnalnya yang berjudul Wernicke's Encephalopathy with Atypical Findings on MR Imaging menyebutkan bahwa Wernicke's Encephalopathy diakibatkan oleh kekurangan vitamin B1 (Thiamine). Kebanyakan pasien mengalami malnutrisi akibat kecanduan minuman alkohol; bagaimanapun, Wernicke's encephalopathy berhubungan dengan kondisi-kondisi lain seperti gastrointestinal,  neoplasma, dialisis kronis, yang terapi tanpa penambahan vitamin, obstruksi perut, dan hyperemesis gravidarum. Wernicke's encephalopathy adalah suatu kelainan neurologis yang secara sederhana ditandai oleh tiga rangkaian ophthalmoplegia klinis, nystagmus, kehilangan keseimbangan, kebingungan, dan kelesuan. Hal tersebut disebabkan oleh kekurangan thiamine dalam kaitannya dengan masukan nutrisi yang rendah pada pecandu minuman alkohol kronis, pasien dengan penolakan makanan, atau pada pasien hamil. Pemeriksaan lesi pada otak seperti halnya MRI ditemukan ciri khas pada mamillary body, di engah-tengah eriventricular thalami, tectum midbrain, daerah periaqueduct, dan hipotalamus. Selain itu, fase akut dapat menunjukkan pembesaran mamillary badan, sementara pada fase kronis dapat menunjukkan berhentinya pertumbuhan mamillary bodies dan midbrain tegmentum, seperti halnya dilatasi bilik jantung yang ketiga.
Hal tersebut didukung oleh J.M. Bourre (2006) dalam jurnalnya yang berjudul Effect of Nutrient (In Food) on The Structure and Function of the Nervous System : Update dietary requirements for brain yang mengatakan bahwa Vitamin B1 (Thiamin) sangat penting untuk otak karena thiamin memfasilitasi penggunaaan glukosa sehingga memastikan terjadinya produksi energy. Kekurangan thiamin menyebabkan penyakit yang serius, yaitu beri-beri. Setelah 6 hari kekurangan vitamin B1 pada lelaki muda sebagai sukarelawan, menunjukan tanda dari lesu, intelegensi yang kurang, cepat marah, cram, dan elektrokardiografik tidak normal. Jika defisiensi terus berlanjut, maka pasien akan mengeluh sakit, terutama  pada kaki dan tangan yang sering merasakan sakit. Semua gejala ini akan hilang ketika vitamin di tambah. Kebanyakan kekurangan thiamin  ditemukan pada pecandu alcohol.  Tinggat batas thiamin pada wanita berhubungan dengan mood. Pada kasus lain, thiamin pasti yang memodulasi penampilan cognitive, khususnya pada orang tua. Kekurangan thiamin (sama seperti kekurangan vitamin C, kobalamin, homosistein. Dan alpha-toposerol) yang dapat mengkontribusikan perkembangan penyakit Alzheimer. Pada tikus , kekurangan thiamin menghasilkan kematian selektif sel seraf pada struktur thalamus.  Ini mungkin berhubungan dengan bertambahnya sintesis nitrit oksigen endotel otak.
Yeneisy Lanyau Domínguez, Manuel Hernández, Consuelo Macías Matos and Dequan Zhou (2006) dalam jurnal Nutrition and Health Vol. 18 yang berjudul Vitamins Deficiency Associated with Prevalence of Alzheimer’s Disease in Cuban Elderly? menyebutkan bahwa toxemia pada kehamilan juga telah dihubungkan ke defisiensi thiamine. Pasien mempunyai gejala alergi musiman, dan penyakit radang pernapasan bagian atas yang berhubungan dengan penyakit sistem saraf otonom. Tiga keluarganya mempunyai gejala dalam proses pencernaan gandum, dan manifestasi neurologis. Penulis juga menyimpulkan kekurangan thiamin dapat merusak fungsi otak kecil dengan mempengaruhi ketidakseimbangan dalam sistem neurotransmitternya.

e.       Kelebihan asupan thiamin
Penelitian ekstensif tentang toksisitas akut dan bukti terhadap toksisitas kumulatif menunjukkan margin keamanan yang sangat lebar antara dosis terapeutik dan beracun tiamin efektif. Rasio kebutuhan harian tiamin dan dosis yang mematikan yang diperkirakan antara 600 dan 70.000, tergantung pada rute pemberian. Pada injeksi intravena, dosis mematikan adalah 125, 250, 300 dan 350 mg / kg pada masing-masing tikus, tikus, kelinci dan anjing. Hubungan antara dosis yang mematikan rute intravena untuk subkutan dan oral adalah 1: 6: 40. Monyet sampai 600 mg/kg yang dibutuhkan untuk menghasilkan gejala toksik. Kematian karena depresi pusat pernapasan. Dengan pernapasan buatan, dosis yang mematikan bisa jauh lebih tinggi. Anjing dan monyet tampaknya kurang sensitif daripada binatang pengerat ke keracunan tiamin. Namun, kelinci menerima dosis intravena 50 mg / kg sehari selama 4 minggu tidak menunjukkan bukti toksisitas atau perubahan dalam jaringan yang sakit. Tikus tersebut bertahan selama tiga generasi pada asupan harian 0,08-1,0 mg tiamin tanpa efek samping. Ini adalah sekitar 50 sampai 100 kali kebutuhan harian.
Pada manusia, tidak ada efek beracun, kecuali mungkin beberapa gangguan perut, pernah dilaporkan bahkan dengan dosis oral yang tinggi. Selain itu, dosis parenteral yang besar umumnya ditoleransi dengan baik, bahkan sampai 100-500 mg. efek toksik beberapa telah diamati dengan ribuan injeksi subkutan rute, dosis intramuskular atau intravena setinggi 100 - 200 kali kebutuhan harian yang direkomendasikan. Kebanyakan kasus yang dilaporkan reaksi toksik telah terjadi setelah suntikan. (Machlin, Lawrence J:1984)
Tiamin tidak dapat disimpan banyak oleh tubuh, tetapi dlam jumlah terbatas dapat disimpan dalam hati, ginjal, jantung, otak dan otot. Bial tiamin terlalu banyak dikonsumsi, kelebihanya akan dibuang melalui air kemih.  Tiamin aktif dalam bentuk kokarboksilase dikenal juag sebagai tiamin pirofosfatase (TPP). Pada prinsipnya tiamin berperan sebagai koenzim dalam reaksi-rekasi yang mneghasilkan energy dari karbohidrat dan memindahkan energy membentuk senyawa kaya energy yan disebut ATP. (F.G. Winarno:2004)
Kelebihan thiamin mempengaruhi sistem neurologis. Data nutrisi yang adekuat menunjukkan prilaku yang sadar, responsif, dan stabil secara emosional. Namun pada data kekurangan dan kelebihan nutrisi  dapat terjadi kekurangan energi, mudah marah, letargi, apatis (kadang-kadang cemas, gelisah, mengantuk, lambat secara mental, bingung). Hal tersebutsalah satunya disebabkan oleh kelebihan thiamin. Kelebihan thiamin juga dapat menyebabkan sakit kepala dan denyut nadi yang cepat. (Donna L. Wong: 2009)

f.       Asupan Thiamin
Abdurrahman Hadi, Agus Mahendra, dan Suryadi Voonata (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Hubungan Defisiensi Vitamin B1 pada Penderita Beri-Beri terhadap Resiko Terkena Penyakit Jantung menyebutkan bahwa  kebutuhan Thiamin untuk tubuh adalah sebanding dengan asupan kalori per hari. Ini disebabkan Thiamin dibutuhkan untuk menjalankan metabolisme energi, terutama karbohidrat. Oleh karenanya, jumlah Thiamin yang dibutuhkan berbanding lurus dengan asupan makanan pokok per hari. Thiamin minimal dibutuhkan sebesar 0.3 mg per 1000 kcal. Jika perhitungan kalori dirasa membingungkan, maka beruntung di Indonesia sudah ada standar yang disebut AKG (Angka Kecukupan Gizi). AKG untuk Vitamin B1 di Indonesia adalah 0.3-0.4 mg/hari untuk bayi, 1.0 mg/hari untuk orang dewasa, dan 1.2 mg/ hari untuk ibu hamil.
Yeneisy Lanyau Domínguez, Manuel Hernández, Consuelo Macías Matos dan  Dequan Zhou menyebutkan bahwa analisis diet dalam populasi selama trimester kedua tahun 1991 di Britania Raya menunjukkan bahwa persentase tunjangan harian yang disarankan jauh di bawah nilai yang direkomendasikan, yaitu 33% untuk Vit A, 50% untuk thiamin, 57% untuk vitamin B6, 62% untuk vitamin B12, dan 29% untuk asam folat (Grupo Operativo Nacional, 1993; Román, 1995). Penulis juga melaporkan konsumsi kurang dari 50% dari tunjangan diet yang dianjurkan untuk protein, piridoksin, tiamin, energi, vitamin E, niasin, asam folat, lemak, riboflavin dan vitamin A terkait dengan suatu penyakit. Tingkat kekurangan dan marginal dari tiamin dan n'-methylnicotinamide dalam darah juga ditemukan pada pasien dengan neuropati epidemi.


KESIMPULAN 
Thiamine pyrophosphate adalah bentuk aktif dari thiamin yang bertindak sebagai suatu kofaktor untuk beberapa enzim yang terlibat dalam metabolisme energi. Enzim ini meliputi mitochondrial pyruvate dehydrogenase, a-ketoglutarate dehydrogenase kompleks, dan transketolase yang cytosolic, yang mana semua mengambil bagian penting pada metabolisme karbohidrat.
Thiamin memainkan peran penting pada metabolisme serebral. Otak menggunakan glukosa sebagai sumber energi utama. Thiamin tersebut terdapat di sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Selain berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme, thiamin juga mempunyai fungsi struktural. Hal tersebut termasuk fungsi dan struktur membran, yaitu axoplasmik, mitokondria, membran sinaptosomal, dan sisi membran yang sesuai. Thiamin berpengaruh dalam transmisi sinaps dan memainkan peran dalam diferensiasi sel, formasi sinaps, pertumbuhan akson, dan mielinogenesis.
Kekurangan tiamin akan menyebabkan polyneuritis, yang mneyebabkan terganggunya transmisi syaraf, atau jaringan syaraf menderita kekurangan energy. Manifestasi utama defisiensi Thiamin pada sistem saraf adalah dry beriberi dan Wernicke–Korsakoff syndrome. Kekurangan thiamin (sama seperti kekurangan vitamin C, kobalamin, homosistein. Dan alpha-toposerol) juga dapat mengkontribusikan perkembangan penyakit Alzheimer.
Pada manusia, tidak ada efek beracun, kecuali mungkin beberapa gangguan perut, pernah dilaporkan bahkan dengan dosis oral yang tinggi. Kebanyakan kasus yang dilaporkan reaksi toksik telah terjadi setelah suntikan.
DAFTAR PUSTAKA

Aviva Fattal-Valevski (2011). Thiamine (Vitamin B1). Journal Of Evidence-Based Complementary & Alternative Medicine Volume 16: 12
Bourre, J. M. 2006. Effect of Nutrient (In Food) on The Structure and Function of The Nervous System. Update Dietary Requirements for Brain. The Journal Of Nutrition, Health and Aging Part 1: Micronutrients
Derrick Lonsdale, Raymond J. Shamberger, and Andmark E. Obrenovich
(2011). Dysautonomia in Autism Spectrumdisorder: Case Reports of a Family with Review of  The Literature.
Hindawi Publishing Corporation Autism Research and Treatment Volume 7
Machlin and Lawrence J. 1984. Handbook of Vitamins. Newyork: Marcel Dekker Inc.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume 1.Jakarta. EGC
Yeneisy Lanyau Domínguez, Manuel Hernández, Consuelo Macías Matos and Dequan Zhou (2006). Is B Vitamins Deficiency Associated With Prevalence Of Alzheimer’s Disease In Cuban Elderly?. Nutrition and Health Vol. 18, Pp. 103–118
Zeeshan Azmat, Munazza Saleem, Humera Ahsan, Kashif Mahmood (2007). Wernicke's Encephalopathy with Atypical Findings on MR Imaging. J Ayub Med Coll Abbottabad Volume 19(4)